Kamis, 10 Maret 2011

field trip museum KAA

LATAR belakang berdirinya Museum Konperensi Asia Afrika (KAA) berkaitan dengan berlangsungnya KAA tanggal 24 April 1955. Kejadian tersebut merupakan peristiwa sejarah dalam dunia politik luar negeri Indonesia dan peristiwa besar bagi bangsa-bangsa di Benua Asia dan Afrika.Konferensi yang menghasilkan Dasa Sila Bandung, sejatinya jiwa dan semangat KAA tidak hanya memengaruhi pada masa itu, tetapi juga, dan lebih penting, terlihat pada masa setelahnya. Sebab, jiwa dan semangat KAA jadi salah satu fase yang menentukan sejarah dunia.

Dalam rangka memelihara dan nielarapkan jiwa dan semangat KAA, peristiwa, persoalan, dan pengaruh yang berkaitan dengan KAA dia-badikan dalam wadah museum di tempat berlangsungnya konferensi, yaitu di Gedung Merdeka, di Kota Bandung. Kota yang terkenal sebagai ibu kotanya bangsa-bangsa di Asia dan Afrika.Yang pertama merintis berdirinya Museum KAA, yaitu Menteri Luar Negeri RI (1978-1988) Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., lLm. Dan selesai berdiri dengan terbilang sempurna atas jasa Joop Ave, sebagai Ketua Harian Panitia

25 Tahun Konferensi Asia Afrika dan Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Departemen Luar Negeri, bekerja sama dengan Departemen Penerangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat, serta Universitas Padjadjaran. Museum KAA diresmikan oleh Presiden ke-2 RI Soeharto, tanggal 24 April 1980.Sebelumnya, Museum KAA berada dalam payung Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sejak tanggal 1 Juni 1986 hingga sekarang, kedudukannya dipasrahkan dan dikelola oleh Departemen Luar Negeri.

Di Museum KAA terdapat ruangan pameran tetap, di ruangan itu dipamerkan sejumlah koleksi benda tiga dimensi, foto-foto dokumenter peristiwa Pertemuan Tugu, Konferensi Kolombo, Konferensi Bogor, dan Konferensi KAA tahun 1955.Berbarengan dengan berdirinya ruang perpustakaan, berdiri juga ruang audio visual. Ruangan yang dirintis oleh Abdullah Kamil itu digunakan untuk memutar film-film dokumenter tentang situasi dunia hingga tahun 1950-an. Ada juga film-film mengenai kebudayaan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika. (Djasepudin, dari pelbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar